KARTU66 - Tuhan Semesta Alam, berikan adik-adik kami ini keselamatan, bantu ia sampai ke tujuan, agar pengarungan Sungai Prafi ini dapat berjalan dengan lancar dan memberi manfaat untuk kita sekalian” Seperti itu lantunan doa yang dipanjatkan warga Kampung Kwau, Distrik Warmare, Kabupaten Manokwari, Papua Barat dan juga kami para atlet. Waktu menunjukkan pukul 10 pagi, kami telah berada di pinggir Sungai Prafi. Pagi-pagi sekali, kami sudah berpamitan dari Kampung Kwau, dan bersama dengan warga menuju ke tepi sungai. Ritual doa merupakan sebuah kebiasaan sebelum memulai kegiatan. Setelahnya, biar Tuhan dan alam yang menentukan skenario mana yang akan dijalankan. Let God do the rest, and the adventure begins...
Pengarungan dimulai dari Kampung Kwau, lalu berakhir di Kampung Snaimboy di Kabupaten Manokwari dengan total jarak pengarungan 16 kilometer. Pengarungan ini merupakan yang pertama kali di hulu Sungai Prafi, sehingga bisa disebut dalam istilah arung jeram sebagai first descent. Pertama kali juga dalam sejarah panjang Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI), pengarungan tidak lagi menggunakan perahu karet, tetapi dengan kayak. Bertujuan untuk menguak potensi wisata baru di Papua Barat, lima pengarung mencoba menguak misteri alam tanah Papua. Hari pertama sudah terjadi insiden yang tidak diharapkan. Semua bermula saat kami menghadapi suatu jeram yang cukup sulit. Jika bertemu jeram yang beresiko, biasanya kami akan menuruninya secara bergantian alias satu per satu

Yang belum kebagian turun, bergegas ke bagian ujung jeram untuk menolong jika kecelakaan terjadi, seperti terbalik lalu keluar dari kayak atau “exit” dalam istilah kerennya judi online
Wirda, salah satu atlet dalam tim, menjadi orang pertama yang menuruni jeram tersebut. Empat atlet lain sudah siap di ujung jeram. Ia pun juga sudah mengangkat dayungnya. Lalu peluit dibunyikan, dan kayak biru itu mulai menyentuh riam sungai. Jalur lurus pertama dengan percaya diri dapat ia lalui. Namun, ketika
sungai mulai berbelok, kayak biru itu mulai kehilangan kendali.

BRAKKK! Terdengar dengan keras bunyi kayak yang berbenturan dengan batu besar di kelokan. Dengan cepat benda plastik itu terbalik, memaksa penunggangnya tenggelam ke dasar air. Beberapa detik kemudian, terlihat si pengemudi berusaha membalikkan kembali kayak-nya dengan pinggang. Satu kali... Yang kedua... Akhirnya, ia pun tak sanggup lagi berlama-lama di dalam air. Ia exit dengan darah yang memenuhi wajah. Segera ia berenang ke pinggir sungai, dan memuntahkan cairan merah segar dari mulutnya.

Dagu dan bibirnya seperti mendapat luka yang cukup serius karena terbentur bebatuan ketika kepalanya berada di dasar sungai. Mengetahui kejadian itu, atlet lain yang berjaga di depan mulai menghampiri dan memberikan pertolongan pertama pada lukanya. Lalu, diskusi pun dilakukan terkait keputusan untuk menyudahi pengarungan hari ini. Pertimbangannya, kondisi salah satu atlet, serta mental tim yang seketika jatuh pasca insiden tersebut. Pada saat itu, waktu menunjukkan pukul 3 sore. Tim pun akhirnya memutuskan untuk mencari tempat bermalam, guna melanjutkan pengarungan esok hari. Hari kedua, dihiasi dengan kejadian tak terduga. Tentunya kejadian itu akan terus terekam dalam memori kelima atlet kayakini

Pagi dimulai saat matahari beranjak riang dari ufuk timur, pertanda cuaca sangat cerah hari itu. Kondisi Wirda berangsur membaik, setelah beristirahat pada malam harinya. Setelah persiapan, kami pun memulai kembali pengarungan yang kemarin sempat terhenti. Di tengah pengarungan, tiba-tiba seorang anggota tim memberi isyarat untuk segera menepi ke pinggir sungai. “Ada apa lagi ini?” pikir saya saat itu. Apakah ada masalah pada fisiknya, atau terdapat jeram berbahaya di depan? Kami pun menurutinya dan mulai menepikan kayak. Segera setelah itu, kami hampiri ia sembari bertanya alasan dibalik diberhentikannya pengarungan. Ia lalu berseru sambil menunjuk ke arah sungai di depannya.

Dari kejauhan, tampak seekor burung kasuari tengah berada di pinggir sungai. Terlihat ia sedang asyik melepas dahaga. Pemandangan yang benar-benar langka. Kami sangat beruntung dapat melihat “si kepala biru” itu secara langsung, sebelum
akhirnya ia kembali masuk ke dalam rimbunnya hutan. Ia ternyata cukup tinggi, seukuran anak remaja, serta berpostur cukup besar. Sayang, karena terpana melihatnya, tidak ada dari kami yang terbesit untuk mendokumentasikannya. Huh! Hari ketiga, tak ada momen berarti selain ketidaksabaran tim untuk segera menyelesaikan pengarungan. Sudah dua malam kami menginap di pinggiran sungai.

Oleh karenanya, tak terbilang betapa semangatnya ketika tahu posisi kami sudah mendekati titik akhir pengarungan. Tak butuh waktu lama, pukul 2 siang menjadi saat diakhirinya eksplorasi Sungai Prafi. Dapat dikatakan, tugas kami telah selesai. Hulu Sungai Prafi tidak lagi perawan! Sebagai penutup, hulu Sungai Prafi jelas sekali bukan untuk pengarung atau kayaker pemula. Bagian sungai ini memiliki grade cukup tinggi, yakni 4-5 ketika kondisi air normal, dan dapat lebih tinggi lagi jika debit air
bertambah. Sangat sedikitnya “eddies” atau tempat berhenti perahu menambah faktor kesulitan untuk mengarungi Sungai Prafi. Masih banyaknya pohon melintang yang menutupi seluruh jalur pengarungan juga membuat para kayaker atau rafter harus terus waspada agar tidak masuk ke dalamnya.
Pengarungan dimulai
dari Kampung Kwau, lalu berakhir di Kampung Snaimboy di Kabupaten
Manokwari dengan total jarak pengarungan 16 kilometer. Pengarungan ini
merupakan yang pertama kali di hulu Sungai Prafi, sehingga bisa disebut
dalam istilah arung jeram sebagai first descent.
Pertama kali juga dalam sejarah panjang Mahasiswa Pencinta Alam
Universitas Indonesia (Mapala UI), pengarungan tidak lagi menggunakan
perahu karet, tetapi dengan kayak. Bertujuan untuk menguak potensi
wisata baru di Papua Barat, lima pengarung mencoba menguak misteri alam
tanah Papua.
Hari pertama sudah terjadi insiden yang tidak diharapkan. Semua bermula
saat kami menghadapi suatu jeram yang cukup sulit.
Jika bertemu jeram yang beresiko, biasanya kami akan menuruninya secara
bergantian alias satu per satu
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Petualangan Menerjang Derasnya Arus Sungai Prafi Papua Barat", https://travel.kompas.com/read/2018/09/06/160500427/petualangan-menerjang-derasnya-arus-sungai-prafi-papua-barat.
Editor : Wahyu Adityo Prodjo
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Petualangan Menerjang Derasnya Arus Sungai Prafi Papua Barat", https://travel.kompas.com/read/2018/09/06/160500427/petualangan-menerjang-derasnya-arus-sungai-prafi-papua-barat.
Editor : Wahyu Adityo Prodjo
Tuhan Semesta Alam,
berikan adik-adik kami ini keselamatan, bantu ia sampai ke tujuan, agar
pengarungan Sungai Prafi ini dapat berjalan dengan lancar dan memberi
manfaat untuk kita sekalian”
Seperti itu lantunan doa yang dipanjatkan warga Kampung Kwau, Distrik
Warmare, Kabupaten Manokwari, Papua Barat dan juga kami para atlet.
Waktu menunjukkan pukul 10 pagi, kami telah berada di pinggir Sungai
Prafi. Pagi-pagi sekali, kami sudah berpamitan dari Kampung Kwau, dan
bersama dengan warga menuju ke tepi sungai.
Ritual doa merupakan sebuah kebiasaan sebelum memulai kegiatan.
Setelahnya, biar Tuhan dan alam yang menentukan skenario mana yang akan
dijalankan.
Let God do the rest, and the adventure begins...
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Petualangan Menerjang Derasnya Arus Sungai Prafi Papua Barat", https://travel.kompas.com/read/2018/09/06/160500427/petualangan-menerjang-derasnya-arus-sungai-prafi-papua-barat.
Editor : Wahyu Adityo Prodjo
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Petualangan Menerjang Derasnya Arus Sungai Prafi Papua Barat", https://travel.kompas.com/read/2018/09/06/160500427/petualangan-menerjang-derasnya-arus-sungai-prafi-papua-barat.
Editor : Wahyu Adityo Prodjo








No comments:
Post a Comment